4 Alasan Kenapa Babi Diharamkan dalam Islam

4 alasan babi diharamkan dalam Islam (freepik)

HALAL CORRIDOR – Agama Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga aspek kehidupan sehari-hari, termasuk makanan.

Apa yang dikonsumsi seorang Muslim akan memengaruhi kualitas ibadahnya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51)

Ayat ini menegaskan adanya hubungan erat antara makanan yang halal dengan diterimanya amal ibadah.

Karena itu, Islam dengan tegas mengharamkan babi dalam berbagai ayat Al-Qur’an, salah satunya:

“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan… kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor…’” (QS. Al-An’am: 145)

Lalu, apa sebenarnya alasan di balik larangan ini? Berikut empat penjelasan yang disampaikan para ulama dan juga didukung oleh fakta ilmiah dikutip dari laman resmi Dompet Dhuafa.

  1. Risiko Tinggi Infeksi Parasit

Menurut Harry Freitag, Dosen Gizi Kesehatan UGM, daging babi berisiko tinggi mengandung parasit seperti Trichinella spiralis (cacing gelang), Taenia solium (cacing pita), dan Toxoplasma gondii.

Hal senada diungkapkan oleh dr. Inge Permadhi, Spesialis Gizi Klinik, bahwa daging babi tidak boleh dikonsumsi mentah atau setengah matang karena rawan infeksi parasit.

Bahkan dr. Samuel Oetoro menambahkan, gejala infeksi cacing pita dapat menyebabkan kekurangan gizi, anemia, hingga sulit menambah berat badan.

2. Kesamaan DNA dengan Manusia

Dikutip dari Kementerian Agama Sumatra Barat menyebutkan, struktur DNA daging babi memiliki banyak kesamaan dengan DNA manusia, baik secara internal maupun pada jaringan luar.

Fakta ini menjadi alasan kenapa daging babi sering digunakan dalam praktik anatomi kedokteran.

Kesamaan tersebut membuat daging babi sulit dicerna oleh tubuh manusia.

Selain itu, daging babi mudah mengalami kerusakan kimia (oxidative rancidity) dan mengandung back fat yang tinggi, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

3. Potensi Bahaya Genetik

Prof. Rachman Noor, pakar genetika ternak, dalam bukunya Rahasia dan Hikmah Pewarisan Sifat menjelaskan bahwa babi memiliki tingkat kesamaan unsur genetik SINE (Short Intersperse Nucleotide Element) dan LINE (Long Intersperse Nucleotide Element) yang sangat tinggi dengan manusia.

Karena itu, konsumsi daging babi dianggap menyerupai kanibalisme dan dikhawatirkan bisa memengaruhi pewarisan gen pada generasi berikutnya.

Hal ini menegaskan bahwa larangan Islam tidak hanya dari sisi syariat, tetapi juga berhubungan dengan ilmu genetika modern.

4. Kandungan Zat Berbahaya dalam Tubuh Babi

Babi dikenal memiliki air seni melimpah yang dapat terserap ke dalam darah dan dagingnya.

Hal ini menyebabkan bau daging babi lebih amis dibandingkan daging sapi atau hewan lain.

Selain itu, kandungan asam urat dalam daging babi juga sangat tinggi.

Jika dikonsumsi, asam urat akan menjadi “sampah metabolisme” dalam darah.

Normalnya, tubuh mengeluarkan 98% asam urat melalui urine, namun kadar berlebih bisa menumpuk dan memicu gangguan kesehatan serius, termasuk nyeri sendi hingga penyakit ginjal.

Larangan memakan babi dalam Islam bukan hanya aturan tanpa alasan. Dari sisi medis, genetika, hingga biologi, terdapat banyak bukti ilmiah yang memperkuat larangan tersebut.

Setiap aturan Allah SWT selalu mengandung hikmah besar, termasuk dalam menjaga kesehatan, kebersihan, dan akhlak umat manusia. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *