Apakah Produk Jamu Wajib Sertifikasi Halal?

Jamu minuman tradisional Indonesia (freepik)

HALAL CORRIDOR – Pertanyaan menarik terus berdatangan dalam kelas komunitas Sahabat UMKM bertema “Urgensi Sertifikasi Halal: Jaminan Kepercayaan untuk Keberlanjutan Usaha”, yang digelar secara daring pada Selasa (7/10).

Kali ini, Atin, peserta asal Lamongan, mengajukan pertanyaan seputar kewajiban sertifikasi halal untuk produk jamu dan minuman herbal.

“Kalau produk jamu seperti serbuk kunyit asam atau ramuan tradisional, apakah juga harus disertifikasi halal?” tanya Atin.

Baca Artikel Menarik Lainnya: Ada Perubahan Produk, Perlu Daftar Ulang Sertifikasi Halal?

Menjawab hal itu, Andi Setyadi, auditor halal senior dari Halal Corridor, menjelaskan bahwa produk jamu dan herbal memang memiliki kategori khusus.

Ia menerangkan bahwa jamu masuk dalam kelompok produk herbal atau minuman tradisional, yang dalam praktiknya dapat diajukan melalui sertifikasi halal maupun melalui sertifikasi Thibbun Nabawi, yakni proses sertifikasi khusus untuk produk berbasis pengobatan tradisional Islami.

“Untuk produk jamu atau herbal, sertifikasi halalnya tetap bisa diajukan. Hanya saja ada juga jalur Thibbun Nabawi yang prosesnya mirip seperti pengecekan BPOM, tapi dikhususkan untuk produk herbal,” jelas Andi.

Menurut Andi, kendala yang sering dihadapi bukan pada proses sertifikasinya, melainkan pada pemahaman para penjual atau produsen jamu tradisional. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa karena bahan jamu berasal dari tumbuhan alami, maka produknya otomatis halal.

Hal ini pun diamini oleh Atin. Ia mengatakan bahwa masih banyak pelaku usaha jamu di daerahnya yang belum memahami pentingnya sertifikasi halal.

“Banyak yang bilang jamu itu pasti halal karena bahannya alami, jadi nggak perlu sertifikat,” ujar Atin.

Padahal, menurut Andi, meskipun bahan-bahan jamu umumnya alami, tetap ada potensi titik kritis halal, misalnya dari bahan tambahan, pelarut, atau proses pengemasan yang melibatkan unsur kimia tertentu. Itulah sebabnya, sertifikasi halal tetap diperlukan untuk memastikan seluruh rantai produksinya aman dan sesuai syariat.

“Sertifikasi halal bukan hanya soal bahan utama, tapi juga soal proses, kebersihan, dan kejelasan sumber bahan. Di sinilah pentingnya edukasi bagi para pelaku usaha,” tutur Andi.

Andi pun menekankan pentingnya melakukan pendekatan personal dan edukatif kepada para produsen jamu agar mereka memahami nilai tambah dari sertifikasi halal.

Bukan hanya untuk kepatuhan regulasi, tetapi juga sebagai jaminan kepercayaan konsumen di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk halal. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *