Fenomena Tacit Halal Cues: Pentingnya Sertifikasi Halal

Ilustrasi penjual Muslim (freepik)

HALAL CORRIDOR – Di tengah semangat membangun ekosistem halal, justru muncul fenomena menarik sekaligus mengkhawatirkan.

Banyak konsumen Muslim, terutama dari generasi muda, mulai terlena pada tampilan luar sebagai tolok ukur kehalalan suatu produk atau tempat makan.

Cukup dengan melihat nama bernuansa Arab, pelayan berjilbab, atau lokasi usaha yang berada di kawasan mayoritas Muslim, mereka langsung merasa yakin bahwa yang dijual adalah halal.

Fenomena ini disebut sebagai “tacit halal cues”, yaitu perilaku mengandalkan petunjuk-petunjuk tidak langsung sebagai indikator kehalalan.

Misalnya, memilih restoran hanya karena terlihat Islami tanpa memverifikasi sertifikat halalnya.

Baca Artikel Menarik Lainnya: Manfaat Sertifikasi Halal bagi Perusahaan dan Konsumen

Dilansir dari laman Republika, sebuah studi pada tahun 2022 yang dilakukan oleh Dr. Ezlika Ghazali, Dosen Pemasaran di Universiti Malaya, menunjukkan bahwa anak muda Muslim di Malaysia dan Indonesia cenderung lebih percaya pada simbol-simbol keislaman visual dibandingkan label halal resmi.

Simbol-simbol seperti tulisan Arab, pelayan berhijab, atau suasana Islami ternyata lebih mudah membangun kepercayaan, bahkan ketika produk atau layanan tersebut belum bersertifikasi halal.

Padahal, menurut Dr. Ezlika, kondisi ini berbahaya karena membuat pelaku usaha tidak lagi merasa perlu mengajukan sertifikasi halal.

Jika konsumen tidak mempertanyakan, maka mereka tidak melihat urgensi untuk memastikan proses dan bahan baku sesuai syariat.

Inilah yang harus mulai diluruskan. Bahwa sertifikasi halal lebih dari sekadar formalitas.

Sertifikasi halal adalah jaminan proses, bahan, hingga kepastian hukum bahwa sebuah produk atau layanan memang sesuai dengan prinsip syariah.

Tanpa sertifikasi, konsumen tidak bisa benar-benar tahu bagaimana suatu produk diolah, atau dari mana bahan-bahannya berasal. Maka, penampilan luar tak bisa jadi patokan pasti.

Bacaan Menarik Lainnya: 7 Alasan Kenapa Kesadaran Sertifikasi Halal Masih Rendah

Masih dalam sumber yang sama, mnanggapi hal ini, Dr. Dilip Mutum, Profesor Pemasaran dari Monash University Malaysia, mengatakan nilai sertifikat halal akan terus melemah jika masyarakat tidak lagi menghargainya.

Dalam pandangannya, label halal harus tampil sebagai bukti transparansi dan profesionalisme bisnis, bukan beban administratif yang dianggap merepotkan.

Dr. Dilip mendorong agar sertifikasi halal diintegrasikan ke platform digital seperti aplikasi pesan-antar makanan, direktori online, serta kampanye wisata halal dan pengadaan barang oleh pemerintah.

Hal ini penting agar konsumen bisa dengan mudah melihat dan memverifikasi kehalalan produk, bukan hanya mengandalkan feeling atau penampilan.

Sebagai konsumen Muslim, kita punya tanggung jawab untuk tidak hanya menilai dari tampilan.

Berani bertanya dan memastikan kehalalan produk adalah bagian dari gaya hidup halal yang sesungguhnya.

Sementara itu, bagi pelaku usaha, sertifikasi halal bukan hanya tentang patuh pada aturan, tapi tentang membangun kepercayaan dan membuka peluang pasar yang jauh lebih luas.

Karena pada akhirnya, kehalalan bukan soal asumsi — tapi soal proses yang terjamin dan diakui secara resmi. (Al)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *