7 Alasan Kenapa Kesadaran Sertifikasi Halal Masih Rendah

Ilustrasi sertifikasi halal

HALAL CORRIDOR – Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Ironisnya, kesadaran terhadap pentingnya sertifikasi halal masih tergolong rendah baik dari sisi konsumen maupun pelaku usaha.

Menurut Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan, dari 66 juta pelaku usaha di Indonesia, sekitar 64 juta belum memiliki sertifikat halal.

Fakta ini menunjukkan masih banyak tantangan dalam mewujudkan ekosistem halal yang kuat di tanah air.

Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan BPJPH, E.A Chuzaemi Abidin, dalam Kumparan Halal Forum 2025 (27/5), menyebut bahwa tingkat literasi halal nasional baru menyentuh angka 40%. Minimnya pemahaman ini berdampak pada lambatnya proses sertifikasi.

Lalu apa saja yang menyebabkan rendahnya kesadaran terhadap sertifikasi halal di Indonesia? Simak tujuh alasannya berikut ini:

Bacca Artikel Menarik Lainnya: Cara Sertifikasi Halal Produk Impor Bisa Masuk Indonesia

1. Literasi Halal yang Masih Rendah

Banyak masyarakat belum memahami secara utuh apa itu sertifikasi halal, apa manfaatnya, dan mengapa penting untuk konsumen Muslim.

Akibatnya, halal hanya dianggap soal tidak mengandung babi atau alkohol, padahal lebih luas termasuk proses produksi, bahan tambahan, dan alat yang digunakan.

2. Dianggap Prosesnya Rumit dan Mahal

Masih banyak pelaku usaha, terutama UMK, yang menganggap proses mengurus sertifikat halal itu berbelit, mahal, dan menyita waktu.

Padahal pemerintah telah membuka jalur self-declare gratis untuk produk berisiko rendah. Kurangnya informasi membuat banyak yang urung mendaftar.

3. Minimnya Sosialisasi dan Edukasi

Sosialisasi tentang halal belum menyentuh semua lapisan masyarakat secara merata.

Edukasi halal masih sering terbatas di seminar formal atau kota besar, sementara di daerah pengetahuan tentang pentingnya sertifikat halal masih sangat minim.

4. Kurangnya Regulasi yang Ditegakkan Tegas

Meski Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 mewajibkan sertifikasi halal, pelaksanaannya di lapangan belum sepenuhnya ditegakkan.

Banyak produk tanpa label halal masih bebas beredar tanpa pengawasan ketat, sehingga pelaku usaha tidak merasa terdesak untuk segera mengurus sertifikat halal.

5. Label “No Pork, No Lard” Dianggap Cukup

Sebagian besar masyarakat masih menganggap label seperti “No Pork” atau “No Lard” sebagai jaminan halal.

Padahal label tersebut hanya menginformasikan tidak adanya babi atau lemak babi bukan keseluruhan proses produksinya.

6. Kurangnya Kepedulian Konsumen

Tidak semua konsumen menjadikan label halal sebagai prioritas utama saat membeli produk. Harga, rasa, dan kemasan masih jadi pertimbangan utama.

Padahal jika konsumen lebih kritis terhadap kehalalan, produsen pun akan lebih terdorong untuk mengurus sertifikasi.

7. Sertifikasi Halal Dianggap Beban Administratif

Banyak pelaku usaha yang belum melihat sertifikat halal sebagai nilai tambah bisnis.

Sertifikasi masih dianggap beban administratif yang hanya dilakukan saat dibutuhkan untuk ekspor atau mengikuti tender.

Rendahnya kesadaran halal bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga konsumen, pelaku usaha, dan lembaga pendamping.

Dengan meningkatkan literasi halal, mendorong edukasi, dan memperbaiki persepsi, ekosistem halal Indonesia bisa tumbuh lebih kuat dan terpercaya. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *