
HALAL CORRIDOR – Rebo Wekasan merupakan istilah yang merujuk pada hari Rabu di minggu terakhir bulan Safar.
Dalam masyarakat Jawa, hari ini juga dikenal dengan sebutan Rebo Kasan atau Rebo Pungkasan.
Sejak lama, berkembang keyakinan bahwa Rebo Wekasan berkaitan dengan turunnya bala atau bencana.
Karena itu, sebagian masyarakat melakukan ritual khusus untuk menghindari mara bahaya.
Ritual tersebut antara lain shalat, dzikir, doa, dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang dikenal dengan ayat selamat.
Namun, bagaimana sebenarnya kedudukan amalan-amalan ini dalam Islam?
Baca Artikel Menarik Lainnya: 5 Kafe Halal di Bali, Alternatif Lain Gigi Susu
Asal-Usul Amalan Rebo Wekasan
Melansir NU Online Jabar dalam artikel Asal-Usul Amalan Rebo Wekasan, tradisi ini disebut dalam sejumlah kitab karya ulama terdahulu. Beberapa di antaranya adalah:
- Kanz al-Najah wa al-Surur karya ‘Abdul Hamid Quds al-Makki (w. 1917)
- Mujarrabat al-Dayrabi karya al-Dayrabi (w. 1801 M)
- Nihayat al-Zain karya Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1897 M)
- Na’t al-Bidayah karya Muhammad al-Fadhil bin Mamayn (w. 1910 M)
- Al-Jawahir al-Khams karya Muhammad bin Khatir al-Din (w. 1562 M)
- Wasilah al-Tahlibin Ila Mahabbati Rabb al-Alamin karya murid Hussamuddin (w. 1567 M), yang dikutip dalam kitab Majmu’ah Rasa’il al-Laknawi karya ‘Abd al-Hayy al-Laknawi (w. 1886)
Dari referensi tersebut, tampak bahwa sebagian ulama memang menyebutkan amalan di hari Rabu terakhir bulan Safar.
Mitos Kesialan Bulan Safar dalam Pandangan Islam
Sebagian masyarakat Arab jahiliyah dahulu meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan penuh kesialan.
Mereka menamakannya najiz dan mengaitkannya dengan banyak malapetaka.
Namun, keyakinan ini ditegaskan salah oleh Rasulullah ﷺ sebagaimana sabdanya:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ
“Tidak ada ‘adwa (penularan penyakit tanpa izin Allah), tidak ada thiyarah (burung pembawa sial), tidak ada hamah (mitos burung hantu pembawa malapetaka), dan tidak ada shafar (bulan sial). Menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini dengan jelas menolak anggapan bahwa bulan Safar atau hari tertentu membawa kesialan.
Islam mengajarkan agar manusia tidak mencela waktu. Sebab, yang mengatur waktu adalah Allah sendiri. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan:
يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Anak Adam menyakiti-Ku karena mencela masa atau waktu. Padahal Aku lah yang mengatur dan menetapkan waktu. Di tangan-Ku segala urusan waktu, Aku yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa waktu bukanlah sumber malapetaka. Semua kebaikan dan keburukan datang dari Allah sesuai dengan qadha dan qadar-Nya.
Rebo Wekasan adalah tradisi yang berkembang di masyarakat sebagai bentuk ikhtiar spiritual menghadapi mitos bala di bulan Safar.
Meski memiliki rujukan dalam sejumlah kitab, anggapan bahwa bulan Safar atau hari Rabu terakhirnya membawa kesialan tidak dibenarkan dalam Islam.
Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa tidak ada bulan sial, hari naas, atau waktu yang membawa malapetaka.
Seorang muslim hendaknya berhusnuzan kepada Allah, senantiasa berdoa, beribadah, dan meyakini bahwa semua takdir adalah bagian dari qadha dan qadar Allah. (AL)
Tinggalkan Balasan