Bekicot Halal atau Haram? Begini Penjelasan MUI

Hukum memakan bekicot bagi umat Muslim (freepik)

HALAL CORRIDOR – Bekicot atau siput darat kerap ditemui di lingkungan sekitar dan di sejumlah daerah dijadikan bahan makanan, mulai dari sate bekicot, rica-rica, hingga digoreng renyah.

Pertanyaan tentang hukum memakan hewan ini sering muncul di tengah masyarakat muslim, sebab Islam menekankan pentingnya mengonsumsi makanan yang halal dan baik (halalan thayyiban).

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 168:

“Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.”

Ayat tersebut menjadi dasar agar umat Islam selalu berhati-hati dalam memilih makanan, termasuk ketika berhadapan dengan hewan yang status hukumnya diperdebatkan, seperti bekicot.

Lalu, bagaimana MUI memandang ini?

Baca Artikel Menarik Lainnya: 7 Rekomendasi Food Tray Bersertifikat Halal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas membahas hal ini dalam Fatwa MUI Nomor 25 Tahun 2012.

Dalam fatwa tersebut, bekicot digolongkan sebagai hewan hasyarat atau binatang kecil melata.

Menurut mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan Zhahiri, hukum memakan bekicot adalah haram.

MUI pun menetapkan bahwa konsumsi bekicot dilarang bagi umat Islam.

Bahkan, membudidayakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi juga dihukumi haram.

Dengan demikian, umat Islam diminta untuk lebih selektif dalam memilih bahan makanan agar sesuai dengan syariat Islam.

Perbedaan pendapat mengenai hukum memakan bekicot juga ditemukan dalam kitab-kitab fikih.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menegaskan bahwa hewan kecil darat seperti bekicot hukumnya haram dimakan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Keharaman tersebut didasarkan pada larangan memakan sesuatu yang termasuk khobaits (menjijikkan), sebagaimana juga berlaku bagi ular, tikus, kalajengking, kecoa, laba-laba, cacing, hingga tokek.

Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla menyebut bekicot termasuk hasyarat, sehingga haram dikonsumsi karena dianggap menjijikkan dan tidak bisa disembelih sesuai syariat.

Di sisi lain, Imam Malik memiliki pandangan berbeda. Dalam kitab Al-Mudawwanah, ia menyebut bekicot boleh dimakan jika masih hidup dan kemudian direbus atau dipanggang, serupa dengan perlakuan terhadap belalang.

Namun, jika bekicot ditemukan sudah dalam keadaan mati, maka tidak boleh dimakan.

Pandangan Imam Malik ini menunjukkan adanya ruang perbedaan hukum di kalangan ulama, meski secara umum mayoritas ulama tetap mengharamkannya.

Dari penjelasan para ulama dan fatwa MUI, hukum memakan bekicot ditetapkan haram bagi umat Islam.

Meski ada pandangan dari Imam Malik yang membolehkan dalam kondisi tertentu, MUI menegaskan sikap resminya dengan melarang konsumsi bekicot.

Umat muslim dianjurkan untuk selalu berhati-hati dalam memilih makanan, memastikan hanya mengonsumsi yang halal dan thayyib, sehingga sesuai dengan tuntunan syariat Islam. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *