
HALAL CORRIDOR – Baru-baru ini media sosial ramai memperbincangkan klaim “jilbab halal pertama di Indonesia” yang dipromosikan oleh akun TikTok @ibnuwardani.
Dalam unggahannya, ia memperkenalkan produk jilbab milik sang ibu yang telah mendapatkan sertifikat halal resmi, dan menjadi pelopor dalam industri modest fashion Indonesia.
Namun, hal ini memunculkan beragam pertanyaan dari warganet, terutama dari platform Twitter (sekarang X). Salah satunya datang dari akun menfess populer @tanyakanrl yang bertanya,
“Konsep jilbab halal itu kek gimanaa? Maksudnya selain jilbab merek ini tuh nggak halal apa?”
Komentar tersebut disambut netizen lain seperti akun @xiaomeyourlove yang mencoba meluruskan,
“Aku pernah ikut program sertifikasi halal, jadi halal tuh bukan soal dimakan doang nder, tapi proses produksinya, kimia yang dipakai, terus serat kainnya, pewarnanya, itu yang dicek juga, apakah halalan thayyiban atau enggak.” Jelasnya, Sabtu, (12/7)
Nah, sebenarnya apa sih arti halal dalam produk fashion seperti jilbab, sarung, gamis, atau baju koko?
Sebetulnya, konsep halal tidak hanya berlaku untuk makanan dan minuman, tapi juga produk lainnya seperti kosmetik, obat-obatan, distribusi, bahkan fashion.
Prinsip halal dalam konteks fashion berarti bahwa seluruh bahan, proses produksi, hingga distribusi bebas dari unsur najis, bahan haram, dan tidak membahayakan (thayyiban).
Beberapa titik kritis dalam produk fashion yang diperiksa saat proses sertifikasi halal antara lain:
- Jenis bahan atau serat kain, apakah berasal dari hewan atau tumbuhan.
2. Zat pewarna dan pelarut kimia, apakah mengandung alkohol, gelatin, atau enzim yang berasal dari babi atau hewan yang tidak disembelih secara syariat.
3. Proses finishing dan coating, seperti penggunaan lem atau pelapis yang bisa saja mengandung bahan turunan babi atau najis.
Contoh Produk Fashion Halal Lainnya
Jilbab dari brand milik ibu Ibnu Wardani memang diklaim jadi pelopor jilbab pertama yang tersertifikasi halal secara resmi di Indonesia.
Tapi, tentu ini bukan satu-satunya produk fashion yang bisa mendapatkan sertifikat halal.
Sebelumnya, sarung BHS dan ATLAS juga telah lebih dulu memperoleh sertifikat halal dari BPJPH.
Baca Artikel Menarik Lainnya: BHS dan ATLAS, Jadi Pelopor Sarung Halal
Produk sarung ini dinilai memenuhi seluruh persyaratan kehalalan, mulai dari benang, pewarna, hingga proses produksinya.
Lalu Apakah Produk Fashion yang Tidak Bersertifikat Halal Itu Haram?
Ini yang penting untuk diluruskan. Tidak semua produk yang belum bersertifikat halal berarti haram, ya Teman Khalisa!
Produk fashion tetap boleh digunakan selama tidak mengandung bahan haram atau najis, seperti:
- Kulit babi atau anjing,
2. Gelatin dari hewan yang tidak disembelih sesuai syariat,
3. Pewarna dari darah atau bahan najis lainnya.
Jadi kalau misalnya kamu punya jilbab, sarung, atau gamis dari brand yang belum bersertifikasi halal maka tetap boleh digunakan.
Karena pada dasarnya, sertifikasi halal pada produk fashion non-kulit bukanlah sebuah kewajiban, melainkan pilihan berdasarkan kesadaran dan kepentingan dari pelaku usaha atau UMKM-nya.
Fenomena viralnya jilbab halal dari Ibnu Wardani membuka mata banyak orang bahwa industri fashion pun bisa menerapkan prinsip halal.
Bukan berarti produk yang belum berlabel halal langsung haram, tapi dengan adanya sertifikasi, konsumen jadi lebih yakin, nyaman, dan tenang dalam berbusana.
Jadi, yuk mulai lebih selektif dan sadar akan pentingnya halal dalam setiap aspek kehidupan, termasuk apa yang kita pakai sehari-hari. (AL)
Tinggalkan Balasan