Dari Label “Mengandung Babi” hingga Sertifikasi Resmi: Sejarah Label Halal di Indonesia

Indonesia memiliki perjalanan panjang dalam membangun sistem pelabelan halal, yang kini menjadi bagian penting dari industri makanan, minuman, kosmetik, hingga obat-obatan. Berikut adalah sejarah dan perkembangan label halal di Indonesia:

Awal Mula: Label “Mengandung Babi”

Pada tahun 1976, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan memperkenalkan kebijakan pelabelan makanan yang mengandung unsur haram, terutama babi. Produk-produk tersebut diwajibkan mencantumkan label bertuliskan “Mengandung Babi” disertai gambar babi berwarna merah sebagai tanda peringatan bagi konsumen Muslim. Kebijakan ini diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 280/Men.Kes/Per/XI/76 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang Mengandung Bahan Berasal dari Babi.

Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan. Tidak semua produsen bersikap transparan dalam mencantumkan label tersebut, sehingga tidak sepenuhnya memberikan rasa aman kepada konsumen Muslim.

Kesadaran Akan Produk Halal

Pada 1980-an, kesadaran umat Islam terhadap pentingnya produk halal semakin meningkat. Konsumen Muslim mulai menuntut adanya sistem yang lebih resmi untuk menjamin kehalalan produk. Hal ini mendorong lahirnya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) pada 6 Januari 1989. Lembaga ini bertugas melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal terhadap produk-produk yang beredar di masyarakat

Pada tahap awal, pelabelan halal bersifat sukarela. Produsen yang ingin mencantumkan label halal harus melalui proses pemeriksaan dari LPPOM MUI dan mendapatkan pernyataan kehalalan melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Era Sertifikasi Halal Resmi

Transformasi besar terjadi pada tahun 2014 dengan disahkannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). UU ini mewajibkan seluruh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia untuk memiliki sertifikat halal. Implementasi UU ini dimulai secara bertahap sejak 17 Oktober 2019.

Sebagai bagian dari UU JPH, pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama. BPJPH bertugas menyelenggarakan sertifikasi halal nasional, sementara MUI tetap berperan dalam menetapkan fatwa kehalalan suatu produk.

Manfaat Sertifikasi Halal

Sistem sertifikasi halal memberikan beberapa manfaat utama:

  • Kepatuhan Agama: Memastikan umat Muslim dapat menjalankan ibadah sesuai syariat Islam.
  • Kepercayaan Konsumen: Memberikan jaminan bahwa produk telah memenuhi standar halal.
  • Daya Saing Global: Membuka peluang ekspor ke pasar internasional dengan persyaratan halal yang ketat.

Kesimpulan

Perjalanan label halal di Indonesia mencerminkan evolusi dari sekadar tanda peringatan menjadi sistem jaminan yang terstandar. Kini, label halal bukan hanya simbol kepercayaan bagi konsumen Muslim tetapi juga menjadi nilai tambah dalam industri global. Meski tantangan masih ada, langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk melindungi konsumen Muslim secara berkelanjutan.


Mau Produkmu Punya Label Halal Juga?

Yuk daftarkan sertifikasi halal produkmu kepada tim Halal Corridor! Kami siap membantu Anda dalam proses sertifikasi halal dengan mudah, cepat, efisien melalui layanan digital kami.

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *