Produk Ekspor Terganjal Standar Halal, LPPOM Beri Solusi

Ilustrasi produk ekspor Indonesia

HALAL CORRIDOR – Memasuki era industri halal global yang terus berkembang, perbedaan standar halal antarnegara menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi pelaku usaha yang ingin mengekspor produk halal ke luar negeri.

Meskipun seluruh standar halal dunia berpijak pada sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadis kenyataannya tidak semua negara memiliki penerapan fatwa dan metode pelaksanaan yang seragam.

Dalam Indonesia International Halal Festival (IIHF) yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), perbedaan ini menjadi salah satu isu utama yang dibahas.

Baca Artikel Menarik Lainnya: Viral Obat Batuk Mengandung Alkohol 10 Persen, Apa Halal?

Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menyampaikan bahwa perbedaan dalam substansi fatwa dan metode pelaksanaan di lapangan menjadi alasan utama sulitnya produk halal Indonesia masuk ke pasar negara lain.

“Misalnya dalam penyembelihan hewan, ada negara yang melarang stunning (pemingsanan sebelum penyembelihan), sedangkan di Indonesia masih dibolehkan dengan syarat tertentu,” jelas Muti.

Contoh lainnya adalah soal penggunaan alkohol. Beberapa negara menolak semua bentuk alkohol atau etanol apapun sumber dan kadarnya.

Padahal di Indonesia, penggunaan alkohol dalam produk non-konsumsi seperti kosmetik masih diperbolehkan selama sumbernya bukan dari khamr.

Menurut Muti, batas maksimal kandungan alkohol untuk minuman di Indonesia adalah 0,5%, sesuai ketentuan Fatwa MUI.

Sementara pada produk seperti obat, kosmetik, atau makanan non-minuman, alkohol dari industri non-khamr diperbolehkan asal tidak membahayakan, tidak disalahgunakan, dan sesuai dosis.

“Semua kembali pada ijtihad ulama masing-masing negara dan latar belakang mazhab yang mereka gunakan,” tambahnya.

Tak hanya soal substansi hukum, Muti menjelaskan bahwa kendala juga datang dari sisi teknis pelaksanaan sertifikasi.

Misalnya, negara tujuan ekspor kadang meminta dokumen pendukung bahan baku tertentu, hasil uji laboratorium, atau prosedur audit yang berbeda dari sistem halal di Indonesia.

Bacaan Lainnya: Sertifikasi Halal Gratis untuk Warteg – Warung Padang

Untuk mengatasi hal ini, LPPOM MUI menyarankan dibentuknya standar halal internasional berbasis ISO.

Standar ini diharapkan bisa menjembatani perbedaan prosedur antarnegara dan mempercepat proses pengakuan sertifikat halal.

Pendekatan mutual understanding (saling memahami) dan mutual recognition (saling mengakui) antar lembaga halal dunia perlu terus diperkuat agar produk bersertifikat halal dari Indonesia tidak terhambat saat masuk ke negara lain.

Meskipun tantangan standar halal antarnegara masih menjadi pekerjaan rumah besar, solusi tetap terbuka.

Dengan memperkuat kerja sama internasional, membangun standar global, dan saling memahami perbedaan, produk halal Indonesia bisa melaju lebih kencang di pasar ekspor dunia. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *