Bagaimana Hukumnya Mengkonsumsi Bulus dalam Islam?

Bulus/Labi-labi

HALAL CORRIDOR – Sebagai umat Muslim, salah satu kewajiban utama adalah memastikan bahwa setiap makanan yang kita konsumsi sesuai dengan pedoman halal dan thayyib (baik) yang ditetapkan dalam Islam.

Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah mengenai bulus, hewan yang memiliki cangkang lunak dan dikenal dengan berbagai manfaatnya.

Namun, apakah daging bulus halal untuk dikonsumsi? Mari kita bahas lebih dalam mengenai hukum memakan bulus dalam Islam.

Apa Itu Bulus dan Mengapa Hal Ini Menjadi Pertanyaan dalam Islam?

Baca Artikel Menarik Lainnya: Benarkah Teh Belum Tentu Halal? Begini Penjelasannya!

Bulus, atau yang lebih dikenal dengan nama labi-labi (soft-shelled turtle), adalah hewan yang memiliki cangkang lebih lentur dibandingkan dengan kura-kura biasa.

Bulus banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pengobatan tradisional. Daging bulus dipercaya memiliki khasiat, bahkan minyak bulus sering digunakan dalam produk kosmetik untuk perawatan kulit.

Namun, karena bulus adalah hewan yang bisa hidup di air maupun di darat, status kehalalan konsumsi daging bulus sering dipertanyakan dalam kalangan umat Muslim.

Hukum Makan Daging Bulus dalam Islam: Halal atau Haram?

Menurut pandangan para ulama, hukum mengonsumsi daging bulus bisa berbeda-beda, tergantung pada sudut pandang mazhab.

Bulus termasuk dalam kategori reptil yang dapat hidup di dua alam (amfibi), yaitu air dan darat. Karena itu, ada perbedaan pandangan mengenai kehalalan bulus dalam Islam.

Fatwa MUI menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada hadits yang secara tegas menyatakan bahwa bulus (labi-labi) adalah haram untuk dikonsumsi. Sehingga, ada pendapat yang menyatakan bahwa bulus bisa dimakan asalkan memenuhi syarat tertentu.

Menurut kitab al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa, ulama Malikiyah, seperti Imam Malik, berpendapat bahwa kura-kura (termasuk bulus) bisa diburu oleh orang yang sedang ihram, yang menunjukkan bahwa bulus bisa halal untuk dikonsumsi. Namun, Imam Malik juga berpendapat bahwa kura-kura darat tidak boleh diburu dalam keadaan ihram.

Di sisi lain, pendapat lain mengharuskan bahwa bulus harus disembelih terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan syariat Islam, yaitu menyebut nama Allah pada saat penyembelihan.

Fatwa MUI Tentang Kehalalan Bulus dan Syarat Konsumsinya

Bacaan Lainnya: Kenapa Sushi Bisa Tak Halal? Ini Penyebabnya

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa MUI Nomor 51 Tahun 2019 menetapkan bahwa bulus (labi-labi) adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi, dengan syarat disembelih sesuai dengan aturan syariat Islam.

Proses penyembelihan ini harus dilakukan dengan menyebut nama Allah (Bismillah) agar daging bulus menjadi halal untuk dikonsumsi umat Islam.

Namun, meskipun daging bulus halal, MUI juga memberikan catatan penting. Di beberapa daerah, bulus termasuk hewan langka yang perlu dilindungi oleh hukum.

Oleh karena itu, umat Islam dihimbau untuk mengonsumsi bulus dengan bijak dan memastikan bahwa hewan tersebut tidak termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi.

Rekomendasi dari Fatwa MUI

Fatwa MUI memberikan beberapa rekomendasi penting terkait konsumsi bulus:

  1. Pemenuhan Syarat Kehalalan: Konsumsi daging bulus hanya diperbolehkan jika memenuhi syarat penyembelihan yang sesuai dengan hukum Islam.
  2. Perlindungan Satwa Langka: Di beberapa wilayah, bulus termasuk satwa yang dilindungi karena populasinya yang semakin berkurang. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin mengonsumsi bulus, penting untuk memastikan bahwa hewan tersebut tidak termasuk dalam kategori satwa langka yang dilindungi oleh hukum.
  3. Budidaya dan Penangkaran: MUI juga merekomendasikan bahwa industri pangan yang menggunakan bulus sebagai bahan baku sebaiknya melakukan budidaya atau penangkaran agar dapat menjaga kelestarian ekosistem hewan ini.

Bulus (labi-labi) adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi jika disembelih sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Islam, yaitu dengan menyebut nama Allah pada saat penyembelihan.

Meskipun demikian, penting untuk memeriksa status perlindungannya, karena bulus termasuk hewan yang langka di beberapa daerah.

Oleh karena itu, konsumsi bulus harus dilakukan dengan bijaksana dan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan memahami fatwa MUI dan rekomendasi terkait, umat Islam dapat mengonsumsi bulus dengan lebih sadar dan sesuai dengan prinsip kehalalan yang ditetapkan dalam agama. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *