Pemerintah Mewajibkan Pelaku Usaha Memiliki Sertifikat Halal

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan pelaku usaha, terutama yang bergerak di sektor makanan, minuman, dan produk konsumsi lainnya, untuk memiliki sertifikat halal. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan diatur lebih lanjut oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa produk yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, terutama bagi umat Muslim, sesuai dengan ketentuan halal yang ditetapkan.

Sertifikasi halal ini tidak hanya berlaku untuk produk makanan dan minuman, tetapi juga untuk kosmetik, obat-obatan, barang gunaan, dan layanan terkait. Bagi pelaku usaha, memiliki sertifikat halal akan memberikan kepastian kepada konsumen mengenai kehalalan produk yang mereka konsumsi atau gunakan, sekaligus meningkatkan daya saing produk di pasar, baik nasional maupun internasional.

Pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban sertifikasi halal dalam periode transisi yang ditetapkan dapat menghadapi sanksi, termasuk denda administratif atau penarikan produk dari peredaran.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pemerintah Indonesia menerapkan kewajiban sertifikasi halal secara bertahap. Sebelum 17 Oktober 2024, produk-produk berikut diwajibkan memiliki sertifikat halal:

  • Makanan dan Minuman

    Seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di pasar wajib memiliki sertifikat halal sebelum tenggat waktu tersebut. Ini termasuk makanan olahan, makanan siap saji, makanan ringan, minuman kemasan, serta bahan-bahan tambahan pangan seperti pengawet, pewarna, dan perasa. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan

    Semua bahan baku yang digunakan dalam proses produksi makanan dan minuman, termasuk bahan tambahan (seperti pengawet, pewarna, dan perasa), harus bersertifikat halal.

    • Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong untuk Produk Makanan dan Minuman

    Semua bahan baku dan tambahan yang digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman, termasuk bahan penolong seperti enzim, gelatin, dan zat aditif lainnya yang mungkin berasal dari sumber hewani atau sintetis, juga harus bersertifikat halal.

    • Produk Jasa yang berkaitan dengan makanan dan minuman

    Jasa yang terkait dengan produksi, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, dan penyajian makanan dan minuman, seperti restoran, katering, dan jasa pengiriman makanan, juga diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal sebelum 17 Oktober 2024.

    Setelah tanggal tersebut, pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban sertifikasi halal ini bisa dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk denda administratif dan kemungkinan penarikan produk dari peredaran.

    Tinggalkan Komentar

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Scroll to Top