Kementerian Agama telah mewajibkan sertifikasi halal pada beberapa sektor industri, antara lain produk makanan dan minuman, kosmetik dan obat-obatan, produk kimia, biologi, dan rekayasa genetika, hingga layanan distribusi. Penerapan sertifikasi halal tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga diperluas ke pasar internasional.
Produsen dan eksportir dari berbagai negara harus memahami dan mematuhi standar halal yang ditetapkan oleh Indonesia, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengemasan dan distribusi. Kolaborasi dengan lembaga sertifikasi halal yang diakui serta pemantauan ketat selama seluruh rantai pasok sangat diperlukan untuk memastikan setiap produk yang masuk memenuhi persyaratan kehalalan.
Untuk memahami lebih dalam pentingnya sertifikasi halal pada produk impor, pembahasan mengenai sertifikasi halal akan diawali agar lebih memahami peran penting dari sertifikat halal.
Apa Itu Sertifikat Halal?
Sertifikat halal merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal atau ketetapan kehalalan produk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dokumen ini merupakan tanda suatu produk telah mematuhi prinsip-prinsip syariat Islam, baik dalam pemilihan bahan baku maupun proses produksinya. Dokumen ini, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 dan No. 39 Tahun 2022, wajib dimiliki oleh produk-produk tertentu, termasuk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik.
Mengapa Sertifikasi Halal Penting?
Sertifikasi halal bukan hanya tentang memastikan produk bebas dari bahan-bahan haram seperti babi dan alkohol, tetapi juga melibatkan proses produksi, pengemasan, dan distribusi. Dengan adanya sertifikasi halal, konsumen Muslim dapat yakin bahwa produk yang mereka konsumsi atau gunakan telah melalui proses yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Kewajiban Sertifikat Halal Bagi Produk Impor
Ketentuan kewajiban sertifikat halal bagi produk impor telah tertuang dengan jelas dalam UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Di dalam UU JPH diterangkan bahwa seluruh produk yang beredar dan diperjualbelikan di Indonesia harus memiliki sertifikat halal. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 4 yang berbunyi “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal kecuali produk yang berasal dari bahan yang diharamkan”
Adapun sertifikasi halal dengan kategori bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan hasil sembelihan yang sertifikatnya diterbitkan oleh lembaga halal luar negeri yang telah melakukan kerja sama saling pengakuan sertifikat halal dengan BPJPH wajib diregistrasi sebelum diedarkan di Indonesia.
Proses Sertifikasi Halal untuk Produk Impor di Indonesia
Di Indonesia, ada beberapa langkah yang harus diikuti oleh produsen atau importir yang ingin mendapatkan sertifikasi halal untuk produk impor:
- Permohonan Sertifikasi: Produsen atau importir harus mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH. Mereka harus menyertakan detail produk, bahan baku, serta proses produksi.
- Pemeriksaan Dokumen: BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen, termasuk sertifikasi halal dari negara asal, serta informasi tentang rantai pasokan dan proses produksi.
- Audit Halal: Jika diperlukan, BPJPH dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akan melakukan audit halal di fasilitas produksi di negara asal. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh proses produksi sesuai dengan prinsip-prinsip halal.
- Keputusan Sertifikasi: Setelah semua proses selesai, BPJPH akan mengeluarkan sertifikat halal jika produk tersebut memenuhi syarat. Sertifikat halal ini biasanya berlaku selama beberapa tahun, namun produsen harus memastikan untuk memperbaruinya sebelum masa berlaku habis.