
HALAL CORRIDOR – Makanan tradisional di Indonesia sangat beragam, salah satunya adalah olahan unik yang dikenal dengan nama saren, dideh, atau marus.
Ketiga istilah ini sebenarnya merujuk pada hal yang sama, yakni makanan berbahan dasar darah hewan yang dibekukan hingga padat.
Meski cukup populer di sejumlah daerah, muncul pertanyaan penting, apakah olahan tersebut halal atau haram menurut Islam?
Menurut KBBI, saren berarti marus, sedangkan marus sendiri didefinisikan sebagai darah sapi, ayam, atau hewan lain yang dibekukan lalu dikukus.
Adapun istilah dideh juga merujuk pada jenis olahan yang sama. Dalam buku Mengenal Halal Haram untuk Anak karya Ryu Tri, disebutkan bahwa marus cukup populer di Jawa Tengah dan Yogyakarta, biasanya diolah bersama potongan hati ayam atau sapi sebelum dihidangkan.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Sambal Indonesia Jadi Primadona di K-Halal Festa 2025
Hukum Mengonsumsi Saren, Dideh, dan Marus dalam Islam
Meski menjadi makanan tradisional yang akrab di masyarakat, Islam memiliki aturan jelas terkait olahan berbahan dasar darah.
Ahmad Sarwat Lc, MA dalam bukunya Halal atau Haram? Kejelasan Menuju Keberkahan menjelaskan bahwa marus dinyatakan haram karena berasal dari darah hewan.
Darah yang keluar dari tubuh hewan termasuk najis dan diharamkan untuk dikonsumsi, meski sudah diolah dengan tambahan bahan lain.
Hal ini juga ditegaskan dalam buku Taudhihul Adillah karya KH M Syafi’i Hadzami, bahwa saren atau marus tetap haram sebab bahan dasarnya adalah darah yang tidak suci.
Senada dengan itu, dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari karya DR KH M Hamdan Rasyid, MA dan Saiful Hadi El-Sutha, dijelaskan bahwa memanfaatkan darah, baik diminum langsung maupun dibekukan, termasuk hal yang terlarang dalam Islam.
Larangan ini bukan hanya berlaku pada konsumsi, tetapi juga pada praktik memperjualbelikannya.
Pengecualian Dua Jenis Darah yang Halal
Meskipun darah hewan umumnya haram, Islam memberikan pengecualian.
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa ada dua jenis darah yang halal, yaitu hati dan limpa.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Abdullah bin Umar:
“Dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Bangkai ikan dan belalang. Hati dan limpa.” (HR. Al-Baihaqi).
Dengan demikian, olahan seperti marus yang berasal dari darah cair tidak termasuk dalam kategori halal.
Dalil Al-Qur’an tentang Keharaman Darah
Selain hadits, Al-Qur’an juga secara tegas menyebutkan larangan mengonsumsi darah.
Beberapa ayat yang memuat ketentuan ini antara lain:
Surat Al-Baqarah ayat 172-173: Allah hanya mengharamkan bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan atas nama-Nya.
Surat Al-An’am ayat 145: Ditegaskan kembali larangan mengonsumsi darah yang mengalir, daging babi, serta hewan yang disembelih bukan atas nama Allah.
Surat Al-Maidah ayat 3: Allah melarang kaum muslim memakan bangkai, darah, daging babi, dan berbagai hewan yang tidak disembelih sesuai syariat.
Larangan dalam ayat-ayat tersebut menjadi dasar kuat bahwa darah, termasuk olahan seperti saren, dideh, dan marus, adalah haram bagi umat Islam.
Olahan tradisional seperti saren, dideh, dan marus memang menjadi bagian dari kuliner Nusantara, tetapi dalam pandangan Islam, makanan berbahan dasar darah jelas diharamkan.
Dalil Al-Qur’an, hadits, serta penjelasan para ulama seperti Ahmad Sarwat Lc, MA, KH M Syafi’i Hadzami, hingga KH M Hamdan Rasyid, MA, semuanya sepakat mengenai keharamannya.
Sebagai muslim, sebaiknya kita menghindari konsumsi makanan tersebut dan memilih hidangan lain yang halal serta thayyib. Dengan begitu, keberkahan dalam setiap santapan bisa lebih terjaga. (AL)
Tinggalkan Balasan