Memahami Perbedaan Halal, Haram, Syubhat, dan Belum Halal

Perbedaan Halal, Haram, Syubhat dan Belum Halal

HALAL CORRIDOR – Belakangan ini, isu kehalalan restoran Sushi Go kembali ramai diperbincangkan di media sosial.

Berawal dari video pengguna TikTok @dna_nd yang tengah menikmati sushi bersama suaminya, muncul komentar dari akun @dodol_duren yang mengingatkan bahwa restoran tersebut belum halal karena diduga menggunakan mirin, yaitu bahan fermentasi yang mengandung alkohol.

Namun, perdebatan semakin meluas ketika seseorang yang mengaku sebagai Penyelia Halal turut berkomentar dan menyebut bahwa produk Sushi Go tidak bisa disebut haram, melainkan syubhat atau bahkan “belum halal” karena belum bersertifikat halal.

Menanggapi hal ini, Andi Setyadi, Auditor Halal Senior dari Halal Corridor, memberikan penjelasan yang lebih rinci agar publik tidak salah memahami istilah-istilah tersebut.

1. Halal: Segala Sesuatu yang Diperbolehkan

Baca Artikel Menarik Lainnya: Ramai Isu Sushi Go Belum Halal, Pentingnya Transparansi Pelaku Usaha

Dalam ajaran Islam, halal berarti segala sesuatu yang diperbolehkan oleh Allah SWT untuk dikonsumsi atau digunakan. Kehalalan suatu produk mencakup zat, proses produksi, penyimpanan, hingga distribusi.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan…”— (QS. Al-Baqarah: 168)

Artinya, umat Islam tidak hanya diperintahkan untuk mencari yang halal, tapi juga yang thayyib (baik dan bermanfaat).

2. Haram: Segala Sesuatu yang Dilarang

Sebaliknya, haram adalah segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, baik karena zatnya maupun proses yang menyertainya. Misalnya, produk yang mengandung babi, alkohol, darah, bangkai, atau bahan-bahan najis lainnya.

Jika benar suatu produk menggunakan mirin (yang mengandung alkohol hasil fermentasi), maka produk tersebut tidak bisa disebut syubhat atau belum halal, melainkan haram.

“Kalau bahan yang digunakan sudah jelas mengandung unsur haram seperti alkohol dari mirin, maka hukumnya haram dikonsumsi umat Muslim. Istilah ‘syubhat’ tidak tepat dalam konteks ini.” jelas Andi, Selasa, (21/10)

3. Syubhat: Antara Halal dan Haram

Istilah syubhat berasal dari kata syubha yang berarti “samar” atau “tidak jelas.” Kondisi ini terjadi ketika status halal atau haramnya suatu produk belum dapat dipastikan, baik karena keterbatasan informasi atau belum adanya penetapan dari otoritas halal.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram pun jelas. Di antara keduanya ada perkara yang syubhat (samar), yang tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.”— (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, produk disebut syubhat jika belum diketahui kandungannya secara pasti — misalnya, bahan belum diverifikasi atau belum diuji oleh lembaga halal. Namun, jika sudah diketahui mengandung zat haram, maka statusnya tidak lagi syubhat.

4. Belum Halal: Belum Bersertifikat Halal

Istilah belum halal seringkali disalahartikan sebagai “tidak halal.” Padahal, belum halal bisa berarti produk tersebut belum melalui proses sertifikasi halal dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), sehingga statusnya belum diverifikasi secara resmi.

“Kalau produk belum bersertifikat halal, bukan berarti haram. Tapi konsumen juga belum bisa memastikan apakah produk itu halal atau tidak, karena belum ada verifikasi dari lembaga resmi.” tambah Andi.

Inilah yang menjadi alasan mengapa sertifikasi halal penting bukan hanya untuk memenuhi kewajiban hukum, tapi juga untuk memberi kepastian dan ketenangan bagi konsumen Muslim.

Dengan memahami perbedaan ini, baik pelaku usaha maupun konsumen diharapkan lebih berhati-hati dan bijak. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *