
HALAL CORRIDOR – Saat membeli makanan di restoran atau tempat makan, perhatian konsumen umumnya tertuju pada bahan makanan dan cara pengolahannya.
Padahal, ada satu aspek yang sering luput dari perhatian, yaitu kemasan makanan. Kini, penggunaan mangkuk kertas dan kertas pembungkus semakin populer karena dinilai praktis dan ramah lingkungan. Namun bagi Muslim, kemasan ini tetap perlu dicermati kehalalannya.
Dalam konsep halal, makanan tidak hanya dinilai dari bahan utama yang dikonsumsi. Lingkungan di sekitar makanan, termasuk wadah dan pembungkusnya, juga menjadi bagian dari penilaian kehalalan. Inilah yang membuat kemasan makanan tidak bisa dianggap sepele.
Baca Artikel Menarik Lainnya: BPJPH: Kehalalan Produk Harus Dibuktikan dengan Sertifikat Halal
Secara kasat mata, kertas pembungkus terlihat sederhana. Namun dalam proses industrinya, kertas kemasan sering kali melalui berbagai tahapan dan penambahan bahan tertentu. Di negara dengan industri pangan besar, teknologi produksi kemasan berkembang pesat, tetapi tidak selalu sejalan dengan standar halal.
Talib dan Johan dalam kajian Issues in Halal Packaging (2012) menjelaskan bahwa produk kemasan berpotensi mengandung bahan turunan hewani. Beberapa di antaranya adalah gelatin, tallow (lemak hewan), hingga perekat berbasis protein hewan yang status kehalalannya harus diverifikasi.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Hussain dalam Halal Packaging & Labelling (2021). Ia menekankan bahwa persoalan kemasan tidak boleh diabaikan, terutama jika asal bahan dan proses produksinya tidak jelas.
Salah satu titik kritis dalam kemasan kertas terletak pada coating dan sizing agent. Lapisan ini berfungsi agar kertas tidak mudah menyerap minyak atau cairan dari makanan. Namun, dalam beberapa kasus, bahan pelapis tersebut dapat berasal dari gelatin hewani, termasuk dari sumber yang tidak halal.
Selain itu, perekat kertas juga berpotensi menggunakan protein hewani sebagai bahan dasarnya. Jika tidak diketahui asal-usulnya, kondisi ini dapat menjadi risiko kehalalan bagi makanan yang dibungkus.
Tak berhenti di situ, tinta cetak pada kemasan juga perlu diperhatikan. Beberapa jenis tinta mengandung pelarut berbasis alkohol. Jika tinta mudah luntur atau terserap oleh minyak makanan, potensi kontaminasi pun bisa terjadi.
Aspek lain yang tak kalah penting adalah risiko kontaminasi silang dalam proses produksi kemasan. Mesin dan fasilitas produksi bisa saja digunakan untuk membuat berbagai jenis kemasan, termasuk yang menggunakan bahan tidak halal. Tanpa sistem pemisahan dan pembersihan yang memadai, risiko kontaminasi menjadi semakin besar.
Inilah alasan mengapa kemasan makanan perlu masuk dalam perhatian serius, khususnya dalam rantai jaminan produk halal.
Terlebih anjuran untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik telah ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah SWT berfirman:
“Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik.”(QS. Al-Baqarah: 168)
Pesan ini menegaskan bahwa kehalalan bukan hanya soal rasa atau tampilan, tetapi menyangkut keseluruhan proses dan unsur yang terlibat.
Sehingga bagi Muslim, kehati-hatian dalam memilih makanan sebaiknya juga mencakup perhatian terhadap kemasan. Meski terlihat sepele, kertas pembungkus makanan bisa menjadi titik kritis kehalalan jika bahan dan prosesnya tidak jelas. Kesadaran ini penting agar prinsip halal dan tayyib benar-benar terjaga dalam kehidupan sehari-hari. (AL)


Tinggalkan Balasan