
HALAL CORRIDOR – Belakangan ini, media sosial khususnya TikTok diramaikan dengan kampanye go vegan. Sejumlah kreator mengajak masyarakat untuk berhenti mengonsumsi produk hewani, bahkan menyebut konsumsi daging sebagai tindakan kejam dan bentuk dukungan terhadap penyembelihan hewan.
Narasi seperti ini menuai beragam respons, termasuk dari kalangan Muslim. Tak sedikit yang kemudian bertanya sebenarnya apa itu vegan, dan bagaimana pandangan Islam terhadap pilihan hidup ini?
Secara umum, vegan adalah pola hidup yang menghindari konsumsi seluruh produk hewani, termasuk daging, ikan, hingga produk turunan lainnya. Bagi sebagian orang, vegan dijalani sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, kesehatan, atau kesejahteraan hewan.
Namun ketika vegan dibingkai sebagai ajakan moral, bahkan disertai anggapan bahwa mengonsumsi daging adalah perbuatan kejam, maka persoalannya tidak lagi sekadar pilihan pribadi. Di sinilah umat Islam perlu bersikap cermat dan memahami batasan syariat.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Kosmetik Wajib Halal di 2026, Kenapa Penting?
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’idah ayat 87:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengharamkan hal-hal yang baik yang Allah telah halalkan untuk kalian.”
Selain itu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:
“Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Hadits ini menjadi peringatan bahwa ibadah dan bentuk pendekatan diri kepada Allah harus memiliki dasar yang jelas dalam syariat.
Bahkan dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW pernah meluruskan niat sebagian sahabat yang ingin membatasi diri secara berlebihan dalam beribadah, termasuk dengan berniat meninggalkan konsumsi daging. Pembatasan ini bukan karena kebutuhan kesehatan, melainkan karena anggapan bahwa menjauhi kenikmatan dunia akan membuat ibadah lebih utama.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa sekelompok sahabat Nabi SAW mendatangi istri-istri beliau untuk menanyakan amalan Rasulullah yang tersembunyi. Setelah mendengarnya, sebagian dari mereka kemudian bertekad melakukan amalan tertentu secara berlebihan.
“Sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanyai istri-istri Nabi tentang amalan beliau yang tersembunyi. Kemudian sebagian dari sahabat tersebut berkata, ‘Saya tidak akan menikah.’ Yang lainnya berkata, ‘Saya tidak akan memakan daging.’ Yang lain berkata pula, ‘Saya tidak akan tidur di atas ranjang.’ Bersebab (ucapan mereka) itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda, ‘Kenapa ada sekelompok orang yang berkata begini dan begitu! Aku salat, namun ada waktunya aku tidur. Aku berpuasa, namun ada waktunya aku tak berpuasa. Aku juga menikahi wanita-wanita. Barang siapa yang menolak sunnahku, maka dia bukan golongan umatku.’(HR. Bukhari dan Muslim)
Melalui hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa Islam tidak membenarkan sikap berlebih-lebihan dalam beragama, termasuk dengan melarang diri dari hal-hal yang telah Allah halalkan. Sunnah Nabi menunjukkan keseimbangan antara ibadah dan pemenuhan kebutuhan manusiawi, bukan sikap ekstrem yang mengada-ada.
Lebih lanjut dalam beberapa ibadah, Islam justru secara jelas menganjurkan penyembelihan hewan. Saat ibadah haji, kaum Muslim dianjurkan melaksanakan hadyu kemudian pada 10 Zulhijah, umat Islam disunnahkan melaksanakan udhiyah (kurban). Selain itu, ada pula syariat aqiqah yang melibatkan penyembelihan kambing atau domba.
Daging hasil ibadah ini tidak hanya bernilai konsumsi, tetapi juga sarana berbagi dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan daging merupakan salah satu makanan yang disukai Rasulullah SAW.
Meski begitu Islam tetap bersikap adil dan proporsional. Menjadi vegan diperbolehkan jika didasari alasan medis atau kondisi kesehatan tertentu, misalnya atas anjuran dokter untuk menghentikan konsumsi daging demi keselamatan tubuh. Dalam kondisi seperti ini, larangan bukan bersifat keyakinan atau ibadah, melainkan kebutuhan.
Namun jika vegan dijalani semata-mata untuk melarang diri dari sesuatu yang telah Allah halalkan, atau disertai keyakinan bahwa konsumsi daging adalah perbuatan tercela, maka sikap tersebut sebaiknya ditinggalkan.
Tren di media sosial datang dan pergi. Namun prinsip dalam Islam bersifat tetap. Umat Muslim dituntut untuk bersikap kritis, tidak mudah terbawa arus, dan selalu menimbang sesuatu dengan ilmu.
Mengonsumsi makanan halal dan tayyib adalah bagian dari syariat. Selama Allah menghalalkan daging dan Rasulullah SAW mencontohkannya, maka menjauhi kehalalan tersebut tanpa dasar syariat bukanlah jalan yang dianjurkan. (AL)


Tinggalkan Balasan