
HALAL CORRIDOR – Jagat media sosial X (sebelumnya Twitter) kembali diramaikan dengan perbincangan soal makanan tradisional bernama Dideh.
Unggahan itu bermula dari sebuah menfess yang dikirim ke akun @tanyakanrl dengan pertanyaan, “Siapa yang pernah makan ini? Sebelum tahu makanan ini terbuat dari apa, kalian ngiranya apa?” disertai foto makanan berwarna hitam bulat dengan cabai sebagai pelengkap.
Menfess tersebut langsung menjadi perbincangan hangat dan mendapatkan 946 likes serta 478 komentar dari warganet.
Banyak yang awalnya mengira makanan tersebut adalah olahan singkong manis atau makanan tradisional dari bahan dasar tepung.
Namun, ternyata Dideh—yang juga dikenal dengan sebutan Saren di beberapa daerah—merupakan olahan darah ayam atau sapi yang dimasak hingga mengental dan mengeras.
Salah satu warganet dengan akun @femionin menulis, “Dideh kan, kirain tadi singkong dicampur gula. Aku dulu makan karena nggak sengaja, tapi aku udah tahu kalau ini haram dikonsumsi Muslim,” tulisnya, Selasa (21/10).
Meski banyak yang mengaku baru tahu, tak sedikit pula warganet lain yang berkomentar bahwa mereka kerap menikmati Dideh sebagai lauk atau camilan tradisional, karena rasanya yang gurih dan teksturnya unik.
Namun, di balik rasa nikmat yang disebutkan banyak orang, muncul pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya hukum mengonsumsi Dideh dalam Islam?
Hukum Mengonsumsi Dideh dalam Islam
Baca Artikel Menarik Lainnya: Mulai 2026, Produk Tanpa Sertifikat Halal Akan Dianggap Ilegal
Dalam pandangan Islam, darah termasuk bahan yang diharamkan untuk dikonsumsi. Hal ini secara tegas disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 173, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan atas nama Allah…”(QS. Al-Baqarah: 173)
Ayat tersebut menjelaskan dengan jelas bahwa darah—baik yang masih cair maupun yang sudah mengental—tetap termasuk ke dalam kategori bahan haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam.
Hal ini diperkuat pula oleh penjelasan para ulama fikih, yang menyatakan bahwa darah merupakan najis dan tidak boleh dimakan atau dijadikan bahan olahan makanan, karena termasuk bagian dari kotoran yang dikeluarkan tubuh hewan.
Kenapa Darah Diharamkan?
Selain alasan keagamaan, darah juga mengandung zat sisa metabolisme dan racun yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
Dalam ilmu gizi modern, darah hewan mengandung banyak senyawa besi dan protein yang sudah teroksidasi, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi dalam jangka panjang.
Jadi, meskipun Dideh dianggap lezat oleh sebagian orang dan menjadi bagian dari tradisi kuliner di beberapa daerah, dari sisi hukum Islam statusnya tetap haram, karena bahan utamanya adalah darah hewan.
Adanya bahasan Dideh di media sosial memang membuka kembali kesadaran masyarakat tentang pentingnya memahami asal-usul bahan makanan sebelum dikonsumsi.
Dalam Islam, setiap makanan yang dikonsumsi tidak hanya dilihat dari cita rasanya, tetapi juga dari kehalalan dan kesuciannya.
Dengan demikian, Dideh atau olahan darah hewan apa pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh umat Muslim, karena termasuk dalam kategori makanan haram sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Menjaga kehalalan makanan bukan sekadar soal kepatuhan terhadap aturan agama, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan dan kebersihan jiwa serta raga. (AL)
Tinggalkan Balasan