Ramai Isu Sushi Go Belum Halal, Pentingnya Transparansi Pelaku Usaha

Ilustrasi Sushi Mengandung Mirin

HALAL CORRIDOR – Beberapa waktu terakhir, nama Sushi Go kembali ramai diperbincangkan di media sosial setelah seorang pengguna TikTok bernama @dna_nd mengunggah video dirinya bersama sang suami yang sedang menikmati hidangan di restoran tersebut.

Video yang diunggah pada Rabu, (08/10) itu tampak biasa saja, hingga muncul komentar dari salah satu akun yang mengatakan bahwa Sushi Go belum halal.

“Hi kak, Sushi Go tidak halal yah, saya kirim video di DM dari penggiat halal @Leli Halal and Safe Foods,” tulis akun @dodol_duren dalam kolom komentar.

Menanggapi hal itu, pemilik video kemudian membuat video lanjutan berisi komentar jika Sushi Go belum halal dan informasi bahwa Sushi Go mengandung mirin, yaitu bahan fermentasi yang mengandung alkohol, sehingga belum bisa dikategorikan halal.

Selain itu dalam kolom komentar, sejumlah netizen juga menambahkan bahwa Sushi Go sebenarnya sudah mencoba mendaftarkan sertifikasi halal sejak 2023, namun hingga kini belum mendapatkan sertifikat halal resmi dari BPJPH.

Mengapa Sertifikat Halal Itu Penting?

Baca Artikel Menarik Lainnya: Urgensi Sertifikasi Halal: Bangun Kepercayaan dan Keberlanjutan Usaha

Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa label “no pork no lard” tidak otomatis berarti halal. Dalam proses sertifikasi halal, bukan hanya bahan baku seperti daging babi yang diperhatikan, tetapi juga seluruh rantai produksi, mulai dari bahan tambahan, bumbu, hingga proses penyimpanan dan distribusi.

Menurut regulasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), setiap produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal.

Hal ini bertujuan untuk melindungi konsumen Muslim agar tidak mengonsumsi produk yang mengandung unsur haram, baik secara zat maupun prosesnya.

Tanpa sertifikat halal dari BPJPH, konsumen tidak bisa memastikan apakah produk tersebut benar-benar halal atau hanya sekadar tidak mengandung babi.

Keterbukaan Pelaku Usaha Itu Kunci

Di sisi lain, pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk transparan terhadap bahan yang digunakan. Keterbukaan terhadap proses pembuatan, bahan tambahan seperti mirin, atau penggunaan bahan fermentasi lainnya menjadi bentuk kejujuran bisnis yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.

Dengan semakin banyaknya konsumen yang peduli terhadap kehalalan, transparansi justru bisa menjadi nilai tambah bagi merek. Pelaku usaha yang terbuka akan lebih mudah mendapatkan loyalitas dari pelanggan, sekaligus terhindar dari polemik di media sosial seperti yang kini dialami Sushi Go.

Konsumen Juga Harus Kritis

Sebagai konsumen, penting untuk berani bertanya dan memastikan status halal dari makanan yang dikonsumsi. Jika ragu, konsumen bisa memeriksa daftar produk bersertifikat halal melalui laman resmi halal.go.id milik BPJPH.

Langkah sederhana ini dapat membantu mencegah kesalahpahaman dan memastikan bahwa apa yang dikonsumsi benar-benar sesuai dengan prinsip halal.

Kasus Sushi Go adalah contoh nyata bahwa kesadaran halal harus datang dari dua arah—baik dari pelaku usaha maupun konsumen. Pengusaha perlu proaktif dan transparan dalam mendaftarkan serta menginformasikan status kehalalan produknya, sementara konsumen juga harus cerdas dan kritis dalam memilih makanan.

Sebab pada akhirnya, sertifikat halal bukan hanya soal label, tapi juga soal kepercayaan, keamanan, dan tanggung jawab moral dalam memastikan apa yang masuk ke tubuh benar-benar halal dan baik. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *