Makanan Fermentasi Bisa Jadi Haram? Ini 5 Faktanya!

Ilustrasi makanan fermentasi (freepik)

Jakarta – Proses fermentasi sering kali digunakan untuk mengawetkan makanan. Tapi, benarkah proses ini bisa buat makanan jadi haram?

Faktanya, fermentasi bukan hanya soal rasa dan ketahanan makanan, tapi juga menyangkut kehalalan bagi umat Muslim.

Berikut ini 5 fakta penting tentang fermentasi yang perlu kamu tahu sebelum memutuskan untuk mengonsumsinya.

1. Fermentasi Adalah Proses Kehidupan Sel Hidup

Menurut Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc., tim tenaga ahli LPPOM MUI sekaligus dosen Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor mengatakan, fermentasi adalah proses hidup sel yang tumbuh dan berkembang biak dalam makanan.

Sel-sel ini mengubah zat dalam makanan menjadi produk metabolit yang bisa memengaruhi kandungan makanan tersebut.

Proses ini tidak selalu terlihat, namun bisa mengubah struktur kimia dari makanan secara signifikan.

Contoh makanan fermentasi adalah tape, kimchi, yogurt, tempe, dan asinan sayur. Semuanya melalui reaksi mikroorganisme.

2. Fermentasi Dapat Menghasilkan Alkohol

Hasil fermentasi tidak hanya berupa rasa asam yang unik, tetapi juga dapat menghasilkan alkohol atau etanol secara alami.

Etanol bisa muncul dari buah matang seperti durian, nanas, dan anggur, bahkan tanpa tambahan apapun.

Jika jumlah alkohol tinggi hingga menyebabkan mabuk, maka status kehalalannya bisa berubah menjadi haram.

Inilah sebabnya mengapa makanan fermentasi tergolong produk “kritis” dalam sistem jaminan produk halal.

3. Tidak Semua Etanol Itu Haram

Ada dua jenis etanol: etanol sintetik dan etanol hasil fermentasi. Tidak semuanya otomatis dihukumi haram.

Etanol dari fermentasi bahan nabati yang tidak menyebabkan mabuk dan aman secara medis bisa ditoleransi.

Yang haram adalah etanol dari industri pembuatan khamr, seperti wine atau bir, karena mengandung najis dan memabukkan.

Etanol sintetik dari petrokimia juga boleh digunakan asal tidak membahayakan dan tidak berasal dari industri khamr.

4. Fatwa MUI: Ini Batasan Etanol dalam Produk

Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 menjelaskan bahwa produk makanan dengan kandungan etanol alami tetap bisa dikatakan halal.

Selama tidak berasal dari khamr dan tidak membahayakan secara medis, etanol dalam jumlah kecil masih diperbolehkan.

Batasan pada produk minuman: kadar etanol di bawah 0,5% masih ditoleransi jika bukan berasal dari khamr.

Sedangkan untuk makanan, tidak ada batasan kandungan etanol, asalkan aman dan bukan hasil dari industri khamr.

5. Penggunaan Etanol pada Bahan Tambahan Juga Diatur

Dalam industri makanan, flavor dan bumbu sering menggunakan etanol sebagai pelarut. Ini disebut produk antara.

Etanol pada produk antara tidak dibatasi, selama produk akhirnya tetap memenuhi batasan halal dan aman secara medis.

Contohnya: perisa vanilla dengan etanol boleh digunakan asal kadar akhirnya di produk tidak melebihi ketentuan.

Sehingga produsen tetap harus memastikan bahwa produk akhirnya sesuai syariat dan tidak menimbulkan keraguan bagi konsumen Muslim.

Karena fermentasi tidak otomatis buat makanan haram. Yang penting adalah asal usul etanol, kadarnya, dan keamanan produknya.

Selalu perhatikan label halal dan bijaklah dalam memilih produk yang melalui fermentasi agar tetap aman dikonsumsi. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *