
HALAL CORRIDOR – Upaya dua warga negara Indonesia untuk menggugat kewajiban sertifikasi halal melalui Mahkamah Konstitusi akhirnya kandas.
Permohonan mereka terhadap Undang-Undang Jaminan Produk Halal dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (mkri.id), pada Kamis, (15/5) dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu, 14 Mei 2025 di Ruang Sidang Pleno MK Jakarta, Mahkamah menyatakan bahwa Perkara Nomor 17/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima karena tidak disertai argumentasi hukum yang jelas dan memadai.
Permohonan ini diajukan oleh Kiki Supardji, seorang wiraswasta berusia 47 tahun, dan Andy Savero, tabib berusia 41 tahun, yang keduanya mengaku beragama Kristen.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa permohonan tersebut secara hukum tidak memenuhi persyaratan, baik dari segi isi maupun bentuk.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menambahkan bahwa terdapat keterlambatan dalam penyampaian perbaikan permohonan, sehingga Mahkamah memeriksa dan mengadili berdasarkan versi awal permohonan.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Siap-siap, Sertifikat Halal BPJPH Akan Ada Masa Berlaku!
Dalam permohonannya, para Pemohon mempermasalahkan Pasal 4 dan Pasal 26 ayat (2) UU Jaminan Produk Halal yang mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia bersertifikat halal dan mencantumkan label tidak halal jika tidak memenuhi standar halal.
Mereka menilai ketentuan tersebut bersifat diskriminatif terhadap umat non-Muslim dan membatasi hak mereka sebagai konsumen serta pelaku usaha.
Para Pemohon juga berpendapat bahwa pemberlakuan ketentuan tersebut hanya berdasarkan syariat Islam, sehingga mereka merasa dipaksa tunduk pada ajaran agama yang bukan keyakinan mereka.
Selain itu, mereka mengkhawatirkan sanksi administratif yang dapat membebani pelaku usaha kecil atau UMKM.
Dalam petitumnya, mereka meminta Mahkamah untuk menyatakan frasa “wajib” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, terutama bila diberlakukan kepada warga non-Muslim.
Namun Mahkamah menilai permohonan tersebut tidak memenuhi unsur pertentangan konstitusional yang jelas dan tidak disusun sesuai ketentuan formal dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Petitum yang diajukan juga dianggap tidak lazim.
Akhirnya, Mahkamah memutuskan untuk menolak permohonan para Pemohon karena tidak dapat diterima secara hukum (niet ontvankelijk verklaard), sehingga ketentuan dalam UU Jaminan Produk Halal tetap berlaku. (AL)
Tinggalkan Balasan