
HALAL CORRIDOR – Label halal kini tak lagi sebatas urusan agama. Dalam perkembangannya, halal menjadi simbol kualitas, etika, dan keamanan yang diakui secara global.
Fenomena ini dibedah lebih dalam di kegiatan Halal Webinar 1.0 bertajuk “Peran Gen-Z dan Milenial dalam Mendukung Aspek Halal di Industri FNB” yang digelar oleh Halal Corridor pada Sabtu (22/2/2025).
Dr. Kiagus Muhammad Faisal, M.S., selaku narasumber, memaparkan bahwa tren industri halal semakin menguat, bahkan di negara-negara dengan mayoritas non-Muslim.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Halal Webinar 1.0: Gen Z-Milenial Ujung Tombak FNB
Hal ini disebabkan karena halal menjamin keamanan pangan dan keberlanjutan, dua hal yang kini menjadi perhatian utama pasar global.
Namun, untuk menembus pasar internasional, produk FNB dari Indonesia tetap menghadapi tantangan, terutama terkait perbedaan standar halal di tiap negara.
Dibutuhkan strategi branding, pemenuhan regulasi, dan adaptasi dengan standar halal global agar bisa bersaing secara optimal.
Tak hanya soal ekspansi, peserta webinar juga mempertanyakan soal inovasi teknologi, terutama penggunaan AI dalam pelabelan halal.
Menurut Faisal, penggunaan kecerdasan buatan memang menjanjikan efisiensi, tetapi harus diiringi dengan data yang akurat dan sistem pengawasan yang ketat.
Jika tidak, justru bisa menurunkan sensitivitas masyarakat terhadap titik kritis kehalalan suatu produk.
Isu biaya sertifikasi juga tak luput dari perhatian. Banyak pelaku usaha kecil mengeluhkan mahalnya proses ini, yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Faisal menjelaskan bahwa besarnya biaya sangat bergantung pada skala dan kompleksitas bisnis. Usaha dengan banyak cabang, proses produksi yang panjang, atau bahan baku yang beragam akan membutuhkan audit dan pengawasan lebih intensif.
Untuk mengurus sertifikasi halal, pelaku usaha juga harus mempersiapkan dokumen dan sistem yang sesuai dengan standar SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal).
Baca Artikel Menarik Lainnya: Peran Anak Muda dalam Tren Halal di Industri Kuliner
Mulai dari manual prosedur, daftar bahan baku, alur produksi, hingga penunjukan penyelia halal di dalam usaha. Pendampingan oleh Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) juga sangat disarankan agar prosesnya berjalan lancar.
Salah satu hal yang juga menarik perhatian adalah anggapan bahwa sertifikasi halal berlaku seumur hidup.
Faktanya, meskipun tidak memiliki masa berlaku tertulis, sertifikasi tetap memerlukan pengawasan berkala. Komitmen dan integritas pelaku usaha menjadi faktor utama dalam menjaga kehalalan produknya.
“Tidak cukup hanya punya sertifikat. Harus ada komitmen untuk terus menjaga dan memperbarui sistem jika ada perubahan bahan atau proses,” tegas Faisal.
Melalui webinar ini, terlihat jelas bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam mengembangkan industri halal, bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai inovator, pengusaha, dan penggerak literasi.
Di era digital dan global ini, kesadaran terhadap halal menjadi kekuatan besar yang bisa membawa produk lokal ke kancah dunia. (AL)
Tinggalkan Balasan