
HALAL CORRIDOR – Industri halal Indonesia kembali menjadi sorotan dalam gelaran Kumparan Halal Forum 2025 yang berlangsung pada Selasa, 27 Mei, di Tiara Ballroom, Artotel Mangkuluhur, Jakarta.
Forum ini menjadi ruang strategis bagi para pelaku industri, akademisi, pembuat kebijakan, dan konsumen untuk memperkuat ekosistem halal nasional di tengah perkembangan pesat industri halal global.
Dengan mengusung tema “Shaping the Future of Indonesia Halal Ecosystem”, forum ini menyoroti fakta bahwa transaksi produk halal dunia telah mencapai Rp 20.600 triliun, namun Indonesia—sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar—hanya menyumbang Rp 637 triliun, atau sekitar 3–4% dari total transaksi global.
Diskusi pertama yang bertajuk “Standards, Challenges, and Opportunities” dibuka oleh Angga A. Adinegoro, Wakil Ketua Bidang Pengembangan Ekonomi Syariah KADIN Indonesia.
Ia menegaskan bahwa ekonomi syariah saat ini telah berkontribusi sekitar 23% terhadap PDB nasional, mencakup sektor makanan-minuman, kosmetik, hingga pariwisata halal.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Terlanjur Konsumsi Makanan Nonhalal, Bagaimana Hukumnya?
Menurut Angga, Indonesia punya potensi besar, bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga produsen utama produk halal dunia. Bahkan, Indonesia telah menjadi pionir dalam pengembangan standar halal global.
Melanjutkan diskusi, H.E.A. Chuzaemi Abidin, Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal (BPJPH), menyoroti beban administratif yang masih dirasakan UMKM dalam proses sertifikasi halal. Ia juga mengungkap tantangan lain: rendahnya literasi masyarakat terhadap pentingnya sertifikasi halal.
Chuzaemi menyinggung pula kasus produk halal yang ternyata mengandung unsur porcine (babi). Ia menjelaskan bahwa ada oknum produsen yang awalnya menggunakan bahan halal saat proses sertifikasi, namun mengganti komposisi setelah sertifikat terbit.
Kasus ini, katanya, menjadi celah serius dalam sistem pengawasan dan harus segera ditutup dengan inovasi teknologi, seperti uji laboratorium PCR dengan 49 marker yang digunakan untuk mendeteksi kandungan babi dalam produk marshmallow.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa BPJPH baru-baru ini menandatangani Letter of Intent dengan pemerintah Amerika Serikat, sebagai langkah perluasan pengakuan internasional terhadap standar halal Indonesia—yang sempat disorot oleh Donald Trump.
Masuk ke perspektif pelaku industri, Woro Nastiti Utami, Quality Assurance Manager & Halal Coordinator Unilever Indonesia, menyoroti perlunya dukungan nyata kepada pelaku usaha syariah.
Baca Artikel Menarik Lainnya: Halal Korea Expo 2025
Ia mengusulkan langkah konkret seperti pendampingan sertifikasi, pemetaan bisnis halal, inovasi digitalisasi, hingga akses pembiayaan syariah.
Namun, ia juga mengangkat persoalan integritas para pendamping halal. Ia menyebut adanya pendamping halal “nakal” yang justru menyalahgunakan peran.
Hingga kini, sudah sekitar 40.000 pendamping halal yang dicabut izin registrasinya oleh BPJPH karena pelanggaran tersebut.
Sebagai penutup forum, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengajak semua pihak menjadikan sertifikasi halal sebagai gaya hidup.
Zulhas menekankan pentingnya pembentukan asosiasi pelaku usaha—seperti asosiasi pedagang bakso—untuk mempercepat proses sertifikasi halal secara masif.
Zulhas menyebut bahwa kemajuan industri halal tak cukup dengan regulasi saja. Dibutuhkan sinergi antara kebijakan, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi teknologi agar Indonesia benar-benar mampu menjadi pusat halal dunia.
Kumparan Halal Forum 2025 menjadi bukti bahwa ekosistem halal Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar wacana. Diperlukan langkah konkret dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk bersama-sama memperkuat posisi Indonesia di panggung industri halal global. (AL)
Tinggalkan Balasan