Waspadai Label Halal Palsu, Ini Sanksinya!

Ilustrasi label halal tidak resmi

Jakarta – Pelaku usaha kini wajib mensertifikasi halal produknya agar legal saat beredar di pasaran dan tanpa khawatir terkena ancaman sanksi hukum.

Bagi umat Islam, mengonsumsi produk halal adalah kewajiban. Mereka harus teliti memastikan kehalalan bahan dan proses produksi.

Untuk itu pemerintah menegaskan kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.

UU ini kemudian diperkuat oleh UU Nomor 6 Tahun 2023, yang menegaskan pentingnya jaminan produk halal secara menyeluruh.

Namun sayangnya, masih ada pelaku usaha yang menempel label halal sembarangan atau palsu tanpa proses sertifikasi resmi dari lembaga berwenang.

Ada dua kemungkinan penyebab: belum sertifikasi halal, atau telah sertifikasi namun bahan atau proses produksinya berubah.

Hal ini tentu merugikan konsumen muslim, karena kehalalan produk jadi diragukan dan melanggar hak konsumen akan informasi jujur.

Pelanggaran ini juga melanggar hukum. Penempelan label halal tanpa dasar sah dapat dikenakan sanksi pidana berat.

Baca Artikel Menarik Lainnya: Apa Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal?

Sesuai Pasal 56 UU 33/2014, pelaku bisa dihukum penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp2 miliar rupiah.

Tak hanya pidana, tindakan menipu label halal juga melanggar UU Perlindungan Konsumen yang menjamin hak informasi jelas.

Pelaku usaha bisa digugat secara perdata oleh konsumen, karena tidak memberikan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, pelaku juga bisa dijerat sanksi pidana tambahan melalui UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Lain halnya dengan pelaku yang sudah bersertifikat halal, tapi mengubah bahan atau proses tanpa memperbarui sertifikatnya.

Misalnya, produk bersertifikat halal menambahkan keju tanpa izin, padahal keju termasuk bahan sangat kritis dalam makanan halal.

Keju dapat mengandung enzim dari hewan tak halal. Maka, menambah bahan ini bisa membatalkan status halal produk secara hukum.

Jika ketahuan, sanksi administratif mengancam ssperti peringatan tertulis, denda administratif, atau pencabutan sertifikat halal.

Tak hanya itu, jika produk terbukti mengandung bahan haram, pelaku bisa dihukum penjara hingga 5 tahun atau denda miliaran.

Karena masuk kategori pelanggaran hak konsumen sesuai Pasal 8 huruf h UU 8/1999 tentang produk sesuai informasi label.

Sanksinya pun sama: bisa digugat perdata oleh konsumen, dan dijatuhi pidana karena melanggar prinsip kejujuran dalam usaha.

Dengan demikian, penting bagi pelaku usaha menjaga kehalalan produk sesuai sertifikasi agar tidak merugikan banyak pihak.

Karena halal, lebih dari sekadar label, melainkan amanah dan pelaku usaha harus jujur menjaga integritas proses produksi sampai ke kemasan. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *