Celah di Balik Sertifikasi Halal, Ini Kata Auditor

9 produk yang terindikasi mengandung babi tapi berlabel halal

Jakarta – Isu tentang produk marshmallow impor yang diduga tidak halal namun berlabel halal sangatt menghebohkan publik. 

Apalagi setelah BPJPH mengkonfirmasinya, banyak yang bertanya: bagaimana bisa produk non-halal lolos sertifikasi halal?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Halal Corridor mewawancarai Andi Setyadi, seorang Senior Auditor Halal yang telah berpengalaman mengaudit berbagai industri makanan dan minuman. 

Ia membagikan penjelasan mendalam mengenai bagaimana hal seperti ini bisa terjadi, serta langkah-langkah konkret yang perlu diketahui masyarakat.

Menurut Andi, kemungkinan produk non-halal mendapatkan label halal sangat kecil jika seluruh prosedur audit berjalan sesuai regulasi. 

Namun, ia tak menampik adanya celah yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan dalam sistem audit dan verifikasi. 

Baca Artikel Menarik Lainnya: MUI Tolak Protes Amerika Soal Sertifikat Halal

Jika lembaga pemeriksa halal (LPH) tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap bahan baku, rantai pasok, maupun proses produksi, maka titik kritis kehalalan bisa saja luput.

Selain itu, manipulasi dokumen Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) juga bisa terjadi. Beberapa pelaku usaha, menurut Andi, ada yang sengaja menyembunyikan atau mengubah data demi mendapatkan sertifikat halal. 

Tak kalah berbahaya, ada juga produk yang mencantumkan label halal palsu, tanpa pernah melalui proses sertifikasi resmi dari BPJPH.

Kasus terbaru di Banyuwangi dan 9 temuan produk impor oleh BPJPH menjadi bukti bahwa produk luar negeri, terutama yang mengandung gelatin, pewarna, dan perisa sintetis memerlukan audit halal yang lebih ketat. 

Dalam prosesnya, auditor akan mengidentifikasi titik kritis, menelusuri dokumen bahan baku, mengunjungi fasilitas produksi, hingga melakukan uji laboratorium jika diperlukan.

Namun, meski sistem pengawasan terus diperbaiki, Indonesia masih menghadapi tantangan dari sisi jumlah pengawas lapangan yang terbatas. 

Meski BPJPH telah membentuk Satgas Halal untuk memperkuat pengawasan, namun Andi mengingatkan bahwa masyarakat juga harus berperan aktif.

“Jangan hanya percaya label. Tapi periksa juga keasliannya,” tegasnya.

Baca Artikel Menarik Lainnya: Produk Halal Bisa Mengandung Babi? Ini Penjelasan MUI

Menurutnya, masyarakat bisa mengenali produk halal asli melalui logo “Halal Indonesia” bermotif gunungan wayang disertai nomor ID sertifikasi. 

Selain itu, BPJPH juga telah menyediakan aplikasi resmi untuk mengecek status halal produk yang beredar di pasaran.

Temuan produk tidak halal yang lolos label memang masih tergolong jarang, biasanya muncul dalam audit tahunan atau pengawasan insidental. 

Meski begitu, satu temuan saja cukup merusak kepercayaan publik. Andi menegaskan bahwa semua auditor halal di lapangan sudah dibekali pelatihan dan sertifikasi kompetensi. 

Tapi sekali lagi, ketelitian dan keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat sebagai konsumen akhir, sangat dibutuhkan.

“Kehalalan itu bukan cuma soal label. Ini soal kejujuran, sistem yang kuat, dan kesadaran bersama,” tutupnya. (AL)

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *